PILKADA 2013

PILKADA 2013

PILKADA KOTA PARIAMAN TAHUN 2013

 

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2013 menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Sebagai pilkada langsung kedua sejak reformasi, ajang ini tidak hanya menjadi wadah bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin daerahnya secara langsung, tetapi juga mencerminkan semakin berkembangnya sistem politik yang lebih terbuka dan inklusif.

Salah satu perubahan signifikan dalam penyelenggaraan Pilkada 2013 adalah diperbolehkannya calon perseorangan untuk turut serta dalam kontestasi. Perubahan ini berawal dari revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Dalam revisi tersebut, disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah tidak lagi hanya menjadi hak eksklusif partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi individu yang tidak berafiliasi dengan partai untuk mencalonkan diri, selama memenuhi syarat dukungan dari masyarakat (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008).

Revisi ini membawa dampak besar terhadap dinamika politik lokal. Sebelumnya, sistem pilkada secara langsung yang pertama kali diterapkan pada Pilkada 2005 masih membatasi pencalonan hanya melalui kendaraan partai politik. Hal ini kerap menjadi hambatan bagi figur-figur potensial yang memiliki kapasitas dan integritas, tetapi tidak memiliki akses ke partai politik atau memilih untuk tetap independen. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, ruang demokrasi semakin diperluas, memungkinkan masyarakat memiliki lebih banyak pilihan dalam menentukan pemimpin daerah mereka (Haris, 2010).

Selain meningkatkan kompetisi politik yang lebih sehat, keberadaan calon independen juga dianggap dapat memperkuat akuntabilitas kepemimpinan daerah. Tanpa ketergantungan pada struktur partai, calon independen lebih berorientasi kepada kepentingan publik dibandingkan dengan kepentingan politik tertentu (Mietzner, 2012). Fenomena ini diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi politik masyarakat serta memperbaiki kualitas kepemimpinan daerah yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Dengan segala perubahan yang diusungnya, Pilkada 2013 bukan sekadar kelanjutan dari proses demokrasi, tetapi juga representasi dari semangat pembaruan dalam tata kelola pemerintahan daerah yang lebih demokratis, transparan, dan inklusif. Keberhasilan penyelenggaraan pilkada ini menjadi bukti bahwa demokrasi di Indonesia terus berkembang, memberi peluang bagi semua warga negara untuk berpartisipasi secara aktif dalam menentukan arah pembangunan daerah mereka.

 

 

 

 

 

ANGGOTA KPU KOTA PARIAMAN PERIODE 2008-2013

Dalam penyelenggaraan Pilkada Kota Pariaman 2013, peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pariaman periode 2008-2013 menjadi sangat krusial dalam memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. KPU kota Pariaman dipimpin oleh Alwis Ilyas, SH sebagai Ketua, KPU Kota Pariaman didukung oleh komisioner yang membawahi berbagai bidang teknis, hukum, sosialisasi, dan logistik. Setiap anggota KPU memiliki tugas dan tanggung jawab yang spesifik dalam memastikan seluruh tahapan Pilkada 2013 berjalan dengan baik, mulai dari pendaftaran calon, verifikasi administrasi, penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), kampanye, pemungutan suara, hingga rekapitulasi hasil pemilihan. Adapun struktur KPU Kota Pariaman periode 2008-2013 adalah sebagai berikut:

  1. Ketua KPU – Alwis Ilyas, SH
  2. Divisi Sosialisasi – Alfiandri Zaharmi,
  3. Divisi Teknis – Indra Jaya, Amd,
  4. Divisi Logistik – Boedi Satria, SE,
  5. Divisi Hukum – Arnaldi Putra, ST, M.Si

 

 

JUMLAH TPS, PPS, DAN PPK PADA PILKADA KOTA PARIAMAN TAHUN 2013

Penyelenggaraan Pilkada 2013 di Kota Pariaman menjadi momen penting dalam penguatan demokrasi di tingkat lokal. Berbeda dengan Pilkada 2008 yang hanya mencakup tiga kecamatan, Pilkada 2013 mengalami perubahan administratif dengan bertambahnya Kecamatan Pariaman Timur sebagai bagian dari wilayah pemilihan. Pembentukan Kecamatan Pariaman Timur, yang didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2008, bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan pemerintahan serta memperluas akses masyarakat dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi. Dalam konteks demokrasi lokal, pemekaran wilayah administrasi sering kali dikaitkan dengan peningkatan partisipasi politik serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (Rondinelli, 1981).

Sebagai dampak dari perluasan wilayah administratif, jumlah sarana dan prasarana pemilu pun mengalami peningkatan yang signifikan. Penambahan satu kecamatan berimplikasi pada peningkatan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Jika pada Pilkada 2008 hanya terdapat tiga kecamatan yang menyelenggarakan pemilihan, maka pada Pilkada 2013, Kota Pariaman memiliki empat kecamatan dengan sebaran TPS yang lebih luas. Bertambahnya jumlah TPS bertujuan untuk memberikan kemudahan akses bagi pemilih serta mengurangi potensi antrean panjang dan kepadatan di lokasi pemungutan suara, yang menurut Norris (2014) merupakan faktor penting dalam meningkatkan tingkat partisipasi pemilih. Tabel berikut menunjukkan distribusi jumlah TPS, PPS, dan PPK pada Pilkada 2013 di Kota Pariaman:

Tabel 3.23. Distribusi jumlah TPS, PPS,

dan PPK pada Pilkada 2013 di Kota Pariaman

Kategori

Pariaman Utara

Pariaman Tengah

Pariaman Selatan

Pariaman Timur

Total

TPS

39

50

32

29

150

KPPS

273

350

224

203

1.050

PPS

51

66

48

48

213

PPK

5

5

5

5

20

Penambahan Kecamatan Pariaman Timur juga berdampak pada peningkatan aksesibilitas pemilih. Dengan bertambahnya kecamatan dan TPS, masyarakat memiliki akses yang lebih mudah untuk menyalurkan hak pilihnya. Jumlah TPS yang meningkat menjadi 150 titik memastikan bahwa pemilih tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk memberikan suara mereka. Studi yang dilakukan oleh Bratton (2013) menunjukkan bahwa aksesibilitas pemilih terhadap TPS merupakan salah satu faktor utama yang memengaruhi partisipasi dalam pemilu, terutama di negara-negara berkembang dengan kondisi geografis yang menantang.

Selain itu, optimalisasi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dampak positif dari pemekaran kecamatan ini. Penambahan PPK di Kecamatan Pariaman Timur turut meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan daftar pemilih, distribusi logistik, serta koordinasi dalam tahapan pemilu. Dengan adanya 20 orang PPK, proses pemutakhiran data pemilih, kordinasi dan pengawasan terhadap penyelenggaran  Pilkada dan petugas di tingkat desa/kelurahan menjadi lebih optimal. Menurut Mozaffar dan Schedler (2002), kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu merupakan aspek kunci dalam memastikan integritas pemilu dan menghindari kecurangan atau kesalahan administratif yang dapat merusak kepercayaan publik.

Penambahan kecamatan ini juga berkontribusi terhadap transparansi dan akuntabilitas pemilu. Bertambahnya jumlah penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa membantu memastikan bahwa setiap tahapan pemilu berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi. Dengan 20 orang PPK yang tersebar di masing-masing kecamatan, pengawasan terhadap jalannya pemilu menjadi lebih terstruktur dan akuntabel. Pemilu yang transparan dan akuntabel merupakan indikator utama dari kualitas demokrasi suatu negara, sebagaimana dikemukakan oleh Diamond dan Morlino (2005) yang menyatakan bahwa pemilu yang bebas dan adil harus didukung oleh institusi yang kuat dan mekanisme pengawasan yang efektif.

Selain itu, pemekaran kecamatan juga merupakan respons terhadap dinamika kependudukan di Kota Pariaman. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan sebaran pemilih, pembagian wilayah administratif ini membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Teori desentralisasi yang dikemukakan oleh Smith (1985) menyatakan bahwa pembagian wilayah administrasi yang lebih kecil dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan dalam melayani masyarakat dan meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.

 

 

 

 

DAFTAR PEMILIH PADA PILKADA KOTA PARIAMAN TAHUN 2013

Selain perubahan dalam aspek administratif dan penyelenggaraan pemilu, Pilkada 2013 di Kota Pariaman juga mencatat peningkatan jumlah pemilih dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Berdasarkan data yang tersedia, total jumlah pemilih pada Pilkada 2013 mencapai 62.886 orang, terdiri dari 31.204 pemilih laki-laki dan 31.682 pemilih perempuan.

Peningkatan jumlah pemilih ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah bertambahnya Kecamatan Pariaman Timur sebagai wilayah administratif baru yang turut serta dalam penyelenggaraan Pilkada. Dengan bertambahnya satu kecamatan, maka jumlah pemilih yang terdaftar secara otomatis meningkat. Selain itu, berbagai upaya sosialisasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu turut mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Studi yang dilakukan oleh Verba, Schlozman, dan Brady (1995) menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pemilih dalam suatu pemilu sering kali berkaitan dengan efektivitas sosialisasi politik serta kemudahan akses terhadap TPS. Berikut adalah distribusi jumlah pemilih berdasarkan kecamatan pada Pilkada 2013:

Tabel 3.24. Distribusi jumlah pemilih

berdasarkan kecamatan pada Pilkada 2013

Kecamatan

Pariaman Utara

Pariaman Tengah

Pariaman Selatan

Pariaman Timur

Total

Laki-laki

7.904

11.154

6.311

5.835

31.204

Perempuan

8.111

11.242

6.432

5.897

31.682

Total

16.015

22.396

12.743

11.732

62.886

Dari tabel di atas, terlihat bahwa Kecamatan Pariaman Tengah memiliki jumlah pemilih terbanyak dengan total 22.396 orang, sementara Kecamatan Pariaman Timur, sebagai kecamatan yang baru ikut serta dalam Pilkada 2013, mencatat jumlah pemilih sebanyak 11.732 orang. Jumlah pemilih yang hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa partisipasi politik di Kota Pariaman relatif merata berdasarkan gender. Menurut Inglehart dan Norris (2003), kesetaraan gender dalam partisipasi pemilu merupakan indikator penting dari kematangan demokrasi suatu wilayah.

Peningkatan jumlah pemilih dalam Pilkada 2013 juga menegaskan pentingnya perbaikan dalam infrastruktur pemilu, termasuk penyediaan TPS yang memadai dan proses pemutakhiran data pemilih yang lebih akurat. Norris (2014) menekankan bahwa akses yang lebih mudah terhadap TPS serta pembaruan data pemilih yang berkualitas dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilu.

 

 

 

 

 

 

 

 

PASANGAN CALON PADA PILKADA KOTA PARIAMAN TAHUN 2013

Pada Pilkada 2013, perubahan regulasi yang memungkinkan calon perseorangan untuk berpartisipasi memberikan dampak signifikan terhadap dinamika pemilihan kepala daerah di Kota Pariaman. Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 memberikan fleksibilitas lebih besar bagi individu yang ingin mencalonkan diri tanpa melalui jalur partai politik. Regulasi ini mencerminkan prinsip demokrasi yang lebih inklusif, di mana masyarakat dapat memilih pemimpin tidak hanya dari kader partai, tetapi juga dari figur independen yang memiliki dukungan langsung dari masyarakat (Harun & Chin, 2018).

Dalam Pilkada 2013 di Kota Pariaman, perubahan regulasi ini berkontribusi pada bertambahnya jumlah calon yang bersaing dalam kontestasi. Terdapat total tujuh pasangan calon yang bertarung, di mana dua di antaranya berasal dari jalur perseorangan. Pasangan Bahrul Anif – Hasno Welly dan Indra Jaya Piliang – Jose Rizal maju sebagai calon independen dengan dukungan masyarakat yang memenuhi syarat administratif. Kehadiran calon perseorangan ini menunjukkan bahwa mekanisme baru dalam regulasi pemilu telah membuka peluang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pencalonan kepala daerah (Setiawan, 2020). Berikut adalah daftar pasangan calon yang bertarung dalam Pilkada Kota Pariaman 2013:

Tabel 3.25. Daftar pasangan calon yang

bertarung dalam Pilkada Kota Pariaman 2013

Nomor Urut

Pasangan Calon

Catatan

1

Bahrul Anif – Hasno Welly

Perseorangan

2

Helmi Darlis – Mardison Mahyuddin

Diusung PKS dan Golkar

3

Edison TRD – Yulinesra

Hanura dan Partai Nasrep

4

Mawardi Samah – Bahari

Koalisi 12 Partai

5

Indra Jaya Piliang – Jose Rizal

Jalur perseorangan

6

Mukhlis Rahman – Genius Umar

PPP, PKBIB, dan PDI-P

7

Is Prima Nanda – Ibnu Hajar

Demokrat, PAN, dan PBR

Penambahan jumlah calon ini mencerminkan semakin berkembangnya kompetisi dalam Pilkada Kota Pariaman. Selain itu, partisipasi calon independen juga menunjukkan bahwa demokratisasi pemilihan kepala daerah di Indonesia semakin matang. Pemilih diberikan lebih banyak alternatif dalam memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan bagi Kota Pariaman.

Dalam konteks yang lebih luas, regulasi yang membuka peluang bagi calon perseorangan telah meningkatkan keterlibatan publik dalam politik elektoral. Calon perseorangan sering kali mendapatkan dukungan dari kelompok masyarakat yang menginginkan pemimpin dengan visi dan program yang lebih berbasis kepentingan publik ketimbang kepentingan partai (Aspinall & Mietzner, 2010). Dengan demikian, Pilkada 2013 tidak hanya menjadi ajang kompetisi politik, tetapi juga menjadi cerminan dari perubahan lanskap demokrasi lokal di Indonesia. 

 

 

 

HASIL PILKADA KOTA PARIAMAN TAHUN 2013

Pilkada Kota Pariaman yang diselenggarakan pada hari rabu tanggal 4 September 2013, keikutsertaan dua pasangan calon dari jalur independen mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap politik daerah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi politik tidak lagi terbatas pada mereka yang memiliki dukungan partai politik, tetapi juga terbuka bagi individu yang memiliki legitimasi kuat di masyarakat melalui mekanisme dukungan langsung. Selain itu, kehadiran calon independen memberikan tantangan baru bagi dominasi partai politik dalam pemilihan kepala daerah, sekaligus membuka peluang bagi pemilih untuk menilai kandidat berdasarkan rekam jejak dan kapasitas personal, bukan sekadar afiliasi politik.

Dengan semakin terbukanya ruang politik bagi calon independen, persaingan dalam Pilkada Kota Pariaman 2013 menjadi lebih kompetitif dibandingkan Pilkada sebelumnya. Berbagai pasangan calon, baik dari jalur independen maupun yang diusung oleh partai politik, bersaing untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Berikut adalah hasil akhir perolehan suara dalam Pilkada Kota Pariaman 2013:

Tabel 3.26. Hasil akhir perolehan suara

dalam Pilkada Kota Pariaman 2013

Nomor Urut

Pasangan Calon

Suara

Persentase

6

Mukhlis Rahman – Genius Umar

15.012

36,35%

2

Helmi Darlis – Mardison Mahyuddin

12.857

31,13%

5

Indra Jaya Piliang – Jose Rizal

4.646

11,25%

7

Is Prima Nanda – Ibnu Hajar

4.497

10,89%

1

Bahrul Anif – Hasno Welly

2.060

4,99%

4

Mawardi Samah – Bahari

1.394

3,38%

3

Edison TRD – Yulinesra

835

2,02%

Berdasarkan hasil pemungutan suara, pasangan Mukhlis Rahman – Genius Umar memperoleh suara tertinggi dengan 36,35%. Mukhlis Rahman sebagai petahana (incumbent) kembali terpilih setelah sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Pariaman periode sebelumnya. Faktor rekognisi publik, pengalaman pemerintahan, serta dukungan partai politik menjadi beberapa aspek yang berkontribusi terhadap perolehan suara pasangan ini (Winters, 2013).

Di posisi kedua, pasangan Helmi Darlis – Mardison Mahyuddin yang diusung oleh PKS dan Golkar memperoleh 31,13% suara, menunjukkan persaingan yang cukup ketat. Sementara itu, pasangan Indra Jaya Piliang – Jose Rizal dari jalur perseorangan meraih 11,25% suara, dan pasangan Is Prima Nanda – Ibnu Hajar yang didukung Demokrat, PAN, dan PBR memperoleh 10,89%.

Keikutsertaan dua pasangan calon dari jalur perseorangan, yaitu Indra Jaya Piliang – Jose Rizal serta Bahrul Anif – Hasno Welly, mencerminkan perubahan dinamika politik lokal dengan semakin terbukanya peluang bagi calon independen. Meskipun perolehan suara pasangan perseorangan masih di bawah pasangan yang diusung partai politik, kehadiran mereka menunjukkan adanya alternatif pilihan bagi pemilih (Mietzner, 2010).

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Pariaman tahun 2013 menunjukkan bahwa dari total 62.886 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebanyak 41.301 orang menggunakan hak pilihnya. Hal ini mencerminkan tingkat partisipasi sebesar 65,7%, yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh pemilih aktif berpartisipasi dalam proses demokrasi di tingkat daerah.

Partisipasi pemilih dalam suatu pemilihan kepala daerah merupakan indikator penting dalam menilai kualitas demokrasi lokal. Menurut Lijphart (1997), tingkat partisipasi yang tinggi dalam pemilu dapat mencerminkan legitimasi sistem politik yang kuat, sementara partisipasi yang rendah dapat mengindikasikan apatisme politik atau ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi. Dalam konteks Pilkada Kota Pariaman 2013, partisipasi sebesar 65,7% dapat dikatakan cukup baik, meskipun masih menyisakan sekitar 34,3% pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat partisipasi pemilih mencakup berbagai aspek, seperti antusiasme terhadap kandidat yang bersaing, efektivitas kampanye yang dilakukan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu, serta kemudahan akses ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) (Verba, Schlozman, & Brady, 1995). Selain itu, perubahan regulasi yang memberikan kesempatan bagi calon independen untuk ikut serta dalam Pilkada 2013 juga dapat menjadi faktor yang meningkatkan dinamika kompetisi politik dan mendorong lebih banyak pemilih untuk berpartisipasi.

 

Share this artikel :

facebook twitter email whatapps

Dilihat 3 Kali.